Tuesday, June 27, 2006

Ujian Nasional

Lagi2 saya akan berbicara ttg dunia pendidikan di Indonesia.Kemarin pengumuman ujian sekolah untuk Sekolah Menengah Atas. 92 % lebih pelajar SMA di Indonesia dinyatakan lulus karena nilai mtk, bhs ind n bhs ing mereka diatas batas minimal yaitu 4,26. menakjubkan, sebegitu cerdaskah anak2 Indonesia masa kini, hampir 100 % lulus dengan nilai yang cukup memuaskan.

Tapi banyak duka dibalik kelulusan itu.Nilai minimal 4,26 untuk setiap mata pelajaran yang diujikan pada UN sejak dulu sudah menimbulkan banyak polemik yang tak terselesaikan. Nilai yang banyak membuat sekolah sekarang ini menggunakan segala macam cara untuk meluluskan muridnya. Mulai dari beredarnya sms jawaban ujian hingga pembetulan jawaban oleh guru saat berkas jawaban akan dikumpulkan. Kita tidak bisa menutup telinga untuk kecurangan2 tersebut, rahasia itu sudah rahasia umum. Walau kadang depdiknas meminta bukti konkritnya. Coba saja kalian tanya kepada adik2 kalian yang duduk dibangku SMA pasti hal tadi mereka sudah sering dengar. Saya tak sepenuhnya menyalahkan pihak sekolah atau guru dalam hal ini, toh sebenarnya mereka juga tak mau melakukan kecurangan. Tetapi aturan pemerintahlah yang memaksanya. Aturan batas min 4,26 yang menyebabkan mereka tak tega jika anak didiknya harus mengulang lagi tahun berikutnya.

Pd PP 19 thn 2005 yg saya baca kemarin dijelaskan kalau untuk SMA ujian Nasinalnya meliputi mtk, bhs ind, bhs ing n mt pelajaran ciri khas program. Berarti anak2 SMA sekarang pintar2, semua pelajaran diatan 4,26. Saya saja dulu ketika ebtanas SMA nilai fisikanya hanya 3,xxx. Itu saja saya terima dengan lapang dada, lha wong saya tidak suka dgn yg namanya fiska. Wah kalau saya sekolah dizaman sekarang pasti saya tak lulus nih..

Adik saya yang kebetulan duduk dikelas 2 SMA Swasta terkenal di Bdg bilang kalau di sekolahnya ada 1 org yang tak lulus. Anak dari jurusan IPS. Salah satu nilainya kurang dari 4,26 walau yang lainnya 8. Tahu kenapa dia tak bisa mengerjakan ujian tersebut? Karena beberapa hari sebelumnya ayahnya meninggal dunia, yah bisa dimaklumi kalau dia tidak bisa mengerjakan ujian dengan baik. Sayang kan kalau dia harus mengulang 1 tahun lagi, nah untuk kasus2 seperti ini tidak ada toleransi, lagipula kalau saya tak salah tidak ada ujian susulan saat itu. Berulang kali pula protes atas standar kelulusan ini dilancarkan berbagai pihak, tetap saja Depdiknas n BSNP sebagai pihak yang berwenang tak bergeming dengan aturan mereka. Kalau UN hanya memuat 3 pelajaran, kenapa tidak dari kelas 1 hinga 3 mereka belajarnya mata pelajaran itu saja. Toh yang lain tidak menentukan kelulusan. Bambang Suhendro, Ketua BSNP di Koran Tempo 20 Juni 2006 mengatakan kalau kelulusan itu ditentukan oleh sekolah dan pendidik yang tahu kualitas anak didiknya. Sepertinya dia lepas tanggung jawab, buat apa dia menentukan batas min 4,26 untuk sebuah standar kelulusan? PP 19 n UU no 20 yang saya baca kemarin mengatakan kalau kurikulum saat ini yaitu KTSP, Kurukulum tingkat satuan pendikan. jadi setiap sekolah berhak mengermbangkan kurikulum sendiri sesuai dengan koridor2 yang ada. Kalau begini ya sekolah saja yang menentukan kelulusan, toh mereka yg lebih tahu karakter anak didiknya. setiap anak jenius pada bidangnya masing2. mereka punya bakat dan kemampuan yang berbeda2..

Kalau begini terus seperti jika saya punya anak nanti saya tidak akan menyekolahkan mereka di sekolah umum, lebih memilih Home Schooling, nanti mereka baru saya sertakan ujian persamaan, mo paket, A, B, C or Z. daripada membuat anak saya tertekan di sekolah, harus lulus dengan nilai yang mencukupi. Pendidikan harusnya dibuat untuk mencerdaskan bangsa, bukan mencetak manusia robot.

No comments: